Sabtu, 22 Januari 2011

The Power of Dream, Inilah argumen Ajaran Tentang Kerasulanya

“... Mimpi-mimpi yang kacau! Bahkan dia mengada-adakannya; bahkan dia seorang penyair! Maka hendaklah dia mendatangkan kepada kita satu tanda (mukjizat) sebagaimana orang-orang terdahulu diutus.” (Quran 21:5)

Cukup banyak yang mempertanyakan bagaimana bisa saya meyakini kerasulan saya dengan “hanya” didasari oleh sebuah mimpi. Ada juga yang menyayangkan mengapa saya tidak mengkonsultasikan dulu mimpi saya tersebut kepada para “ulama” agar saya tidak salah dalam mengambil kesimpulan.

Sah-sah saja orang bersikap skeptis terhadap mimpi. Tapi kenyataan berkata bahwa mimpi adalah media komunikasi yang sering digunakan Tuhan untuk menyampaikan pesan kepada hamba-hamba-Nya.

Pada ayat yang saya kutip di awal tulisan ini, orang-orang ingkar pada zaman Rasulullah Muhammad telah mencemooh mimpi beliau. Meski tidak disebutkan apa yang telah disampaikan oleh Nabi, namun dari tanggapan orang-orang ingkar tersebut dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad telah mengajukan mimpi sebagai dasar kerasulan beliau.

Fakta mengenai mimpi Nabi Muhammad tersebut jarang diketahui orang. Umumnya ketika berbicara tentang pelantikan kerasulan Muhammad, orang mengacu pada catatan sejarah mengenai hadirnya Jibril di Gua Hira, tempat di mana Nabi Muhammad menyepi untuk mempertajam ruhaninya.

Saya tidak mengatakan bahwa cerita tentang kehadiran Jibril di Gua Hira itu salah. Tentunya pengalaman spiritual tidak harus terjadi satu kali saja. Mungkin saja pengalaman didatangi Jibril di Gua Hira itu benar adanya, di samping pengalaman spiritual berupa mimpi sebagaimana yang telah disinggung. Namun yang dapat dikonfirmasi langsung dengan ayat Quran adalah bahwa Nabi Muhammad telah mengajukan mimpi sebagai dasar kerasulan beliau.

Tuhan kembali berkomunikasi kepada Nabi Muhammad lewat mimpi ketika memberitahu bahwa Mekah akan ditaklukkan. Pada waktu itu Nabi berstatus sebagai migran di Madinah setelah menyingkir dari Mekah yang bersikap tidak bersahabat kepada beliau.

“Sungguh Tuhan menjadikan benar mimpi/penglihatan utusan-Nya dengan sebenarnya (yaitu) sungguh kalian akan memasuki Mesjid Terlarang, jika Tuhan kehendaki, dengan aman. Mencukur kepala-kepala kalian, dan memendekkan rambut tanpa merasa takut. Maka Dia mengetahui apa yang kalian tidak ketahui, maka Dia menjadikan selain itu satu kemenangan yang dekat.” (Quran 48:27)

Yang tidak boleh dilewatkan terkait dengan pembahasan mengenai mimpi adalah kisah yang mengharu biru tentang Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan Ismail putranya. Kisah pengorbanan yang sangat monumental tersebut menjadi salah satu rujukan terbaik dalam menghayati arti kesabaran.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa perintah Tuhan kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail, disampaikan lewat suatu penglihatan di dalam mimpi. Nabi Ibrahim melihat di dalam mimpi bahwa beliau menyembelih Ismail, dan beliau yakin bahwa itu adalah perintah Tuhan yang harus diwujudkan.

“Maka apabila dia (Ismail) telah sampai umur (untuk bisa) berusaha bersama dia (Ibrahim), dia (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam tidurku bahwa aku menyembelih kamu, maka renungkanlah, apa pendapat kamu?’ Berkata (Ismail), ‘Wahai ayahku, perbuatlah apa yang diperintahkan kepada kamu. kamu akan mendapati aku, jika Tuhan menghendaki, termasuk orang-orang yang sabar.’” (Quran 37:102)

Mimpi-mimpi spiritual yang dialami oleh para rasul memiliki sifat yang unik. Ia menghadirkan suatu keyakinan yang mantap secara seketika. Itulah mengapa Nabi Ibrahim bertekad melaksanakan mimpinya, meski wujudnya adalah penyembelihan terhadap putra beliau sendiri. Itu pula sebabnya mengapa saya tidak merasa perlu mengkonsultasikan mimpi kerasulan saya kepada siapapun.

Adapun pertanyaan Nabi Ibrahim kepada Ismail, sebagaimana terbaca pada ayat yang dikutip, bukan menunjukkan keraguan beliau atas mimpi tersebut. Itu adalah cara Nabi Ibrahim selaku seorang bapak mengkomunikasikan perintah Tuhan tersebut kepada anaknya.

Kami, para rasul, bukanlah orang-orang konyol yang akan menelan mentah-mentah segala sesuatu yang melintas di dalam mimpi. Tentu saja ada mimpi-mimpi yang sifatnya sekadar penghias tidur. Tapi jangan lantas menyamaratakan semua mimpi sebagai bunga tidur belaka. Telah terbukti dalam sejarah panjang kerasulan bahwa Tuhan sering meninggalkan pesan lewat sebuah mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar